SriSundari – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dilaksanakan 5 tahun sekali, dimana Pilkada memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota dimana nanti Pilkada serentak akan dilaksanakan pada tahun 2024, hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, memang disebutkan setelah tahun 2020 pelaksanaan Pilkada serentak secara nasional dilaksanakan pada tahun 2024. Selain Pilkada, amanat UU itu bahwa pada tahun 2024 harus dilaksanakan Pilpres, Pileg, dan Pilkada. Yang merujuk pada Undang-Undang yang terkait Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pilkada serentak dan Pemilu akan dilaksanakan pada tahun yang sama yaitu tahun 2024. Ini membuat agenda nasional soal pemilu dan pilkada pertama yang dilaksanakan dalam waktu yang sama, memerlukan keseriusan yang mendalam dalam pelaksanaannya tanggal 14 Februari tahun 2024 untuk Pemilu legislatif dan Pilpres sedangkan untuk Pilkada dilaksanakan pada bulan November tahun 2024 sebagaimana telah ditetapkan oleh kesepakatan bersama antara Pemerintah,
DPR RI dan KPU RI.
Pilkada adalah momentum dimana pemilihan secara langsung pemimpin daerah ini adalah wujud dari otonomi daerah dimana Pilkada menjadi momentum bagi warga lokal untuk memilih pemimpinya langsung dalam proses demokrasi, dimana proses Pilkada secara langsung telah berjalan selama era reformasi ini, dimana kepala daerah dipilih langsung oleh masyarakat. Pilkada adalah proses yang harus dilewati oleh setiap regulasi pemerintahan daerah yang telah habis masa jabatan kepala daerahnya.
Terakhir Pilkada dilaksanakan tahun 2020 yang mana Pilkada terakhir tidak serentak, dan pada tahun 2024 adalah pilkada serentak yang akan dilaksanakan seluruh Indonesia, proses Pilkada serentak ini tentu memerlukan kerja ekstra dari semua elemen untuk bisa berjalan dengan baik, semua stakeholder berkewajiban terhadap kesuksesan Pilkada ini benar-benar harus mewujudkan Pilkada yang demoktratis dan tentu harus berkeadilan, dimana publik terlibat aktif dalam setiap proses Pilkada ini. Belajar dari Pilkada terakhir tahun 2020 dimana dilaksanakannya Pilkada dimasa pandemi Covid-19 melanda, kalau dilihat dari kesuksesan Pilkada terakhir bisa dibilang ada rasa optimisme yang tinggi bahwa Pilkada serentak akan sukses dilaksanakan, tetapi menjadi cacatan penting dalam Pilkada serentak nanti adalah bagaimana persiapan semua pihak baik peyelengara KPU dan Bawaslu dalam proses Pilkada nanti, dimana momentum tahun 2024 tidak hanya Pilkada tetapi diawali terlebih dahulu oleh Pemilu legislatif dan Pilpres yang akan dilaksanakan pada tahun 2024.
Adanya perdebatan soal kesiapan penyelenggara termasuk kesiapan dari segi anggaran yang saat ini kurang lebih 3 (tiga) tahun menuju Pemilu dan Pilkada serentak dilaksanakan, terutama dari pemerhati Pemilu dimana catatan soal Pemilu tahun 2019 yang banyak catatan terutama kesiapan penyelenggara dalam menyelenggarakan Pemilu serentak antara legislatif dan Pilpres ditambah bulan November akan menyelenggarakan Pilkada serentak, tentu ini menjadi catatan penting untuk agenda lima tahunan ini.
Secara konseptual bahwa Pilkada adalah regulasi demokrasi lima tahunan yang mesti dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dimana banyak pekerjaan rumah yang mesti dibenahi dalam mewujudkan proses pemilihan yang demokratis dalam Pilkada, terutama dalam meningkatkan kualitas demokratis dalam Pilkada, ini menjadi catatan penting dalam setiap Pilkada agar unsur-unsur dalam Pilkada ini berjalan sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dan tentu dalam prakteknya menghindari konflik horizontal yang terjadi ditingkatan masyarakat.
Pilkada kadang melahirkan konflik ditingkatan bawah dimana masyarakat terbawa arus politik sesaat dalam konstalasi yang memanas soal dukung-mendukung pasangan kelapa daerah, dari catatan proses demokrasi Pilkada banyak kasus yang bermunculan konflik ditingkatan bahwa diakibatkan meningkatnya dukung mendukung di kalangan bawah yang berbeda pilihan menimbulkan konflik. Menjadi catatan bahwa proses demokrasi dalam Pilkada memerlukan peningkatan kualitas, dimana masyarakat mestinya harus menghindari konflik Seperti ini. Kedewasaan dalam memilih dan beda pilihan harus menjadi sikap yang dimiliki oleh masyarakat untuk terhindar dari konflik horizontal ini.
Regulasi Pemilu dan Pilkada
Untuk mensukseskan Pilkada serentak tahun 2024 memerlukan regulasi turunan yang mencakup semuanya yang dihasilkan dari kesepakatan bersama antara Pemerintah, DPR dan KPU, terkait pelaksanaan Pilkada dan Pemilihan Umum tahun 2024. Regulasi yang harus disiapkan oleh KPU selaku penyelenggara Pemilu dan pengawasan pelaksanaan oleh Bawaslu menjadi satu keharusan untuk melaksanakan kerja persiapan Pemilu dan Pilkada serentak. UU yang menjadi rujukan ditambah nanti keputusan KPU RI untuk mengatur teknis pelaksanaan Pemilu dan Pilkada yang perlu disiapkan dari sekarang, apalagi dalam UU mengharuskan proses persiapan Pemilu harus dilaksanakan 20 (dua puluh) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu. Rangkaian ini yang memerlukan regulasi dan petunjuk teknis yang bisa mengatur semuanya, dimana tahun 2024 terlebih dahulu dilaksanakan Pemilihan Umum, Legislatif dan Pilpres terlebih dahulu sebelum Pilkada.
Dari segi kesiapan peraturan tentu harus di buat regulasi yang bisa menjawab kebutuhan pelaksanaan pemilihan. KPU dilantik pada tanggal 12 April 2022, setelah itu mempersiapkan tahapan-tahapan Pemilu dan Pilkada bulan Juni atau Juli tahapan Pemilu dan Pilkada sudah mulai di jalankan, dari permutahiran DPT dan verifikasi partai politik serta kesiapan yang lainnya, disisi lain secara internal KPU melakukan penggantian KPU Daerah yang telah habis masa jabatannya ini juga tidak kalah penting dalam unsur penyelenggaraan pemilihan, dimana anggota-anggota KPU didaerah menjadi tulang pungung dalam kesuksesan Pemilu dan Pilkada.
Secara regulasi turunan dari UU tentu keputusan KPU menjadi acuanya dalam mensukseskan Pemilu dan Pilkada, dapat diakses saat ini KPU, Pemerintah dan DPR akan membahas penganggaran untuk Pemilu dan Pilkada tahun 2024, dimana tahun 2024 dalam momentum Pemilu dan Pilkada memerlukan alokasi dana yang sangat besar yaitu sekitar Rp110,4 Triliun, ini menjadi catatan khusus pelaksanaan Pemilu dan Pilkada nanti, penyebabnya tidak lain adalah saat ini masih masa Pemulihan Ekonomi Nasional akibat dari
pandemi Covid-19 dimana perekonomian baru beranjak pulih.
Peraturan tutunan dari UU dan perangkat KPU Pusat sampai KPU Daerah serta alokasi anggaran Pemilu yang mesti di optimalkan dalam upaya peningkatan kualitas demokrasi yang berkeadilan, ini semua menjadi prasyarat utama untuk Pemilu lebih baik lagi. Catatan Pemilu 2019 dan Pilkada terakhir 2020 menjadi catatan penting untuk mengoptimalkan kesiapan penyelenggaraan Pemilu yang lebih baik, terbuka dan transparan serta kualitas demokrasi yang berkeadilan bagi semua lapisan masyarakat.
Partisipasi Publik
Dalam Pemilu atau Pilkada salah satu unsur melihat indeks demokrasi meningkat tatkala keterlibatan masyarakat terlihat nyata artinya partisipasi publik dalam memilih tinggi itu juga prasyarat demokrasi ini berjalan baik, melihat partisipasi publik dan memilih harus di upayakan oleh semua stakeholder yang ada, Pemerintah, KPU dan stakeholder lain yang berkepentingan terhadap peningkatan partisipasi publik. Dalam kaitan ini tentu untuk meningkatkan partisipasi publik semua elemen itu harus memberikan edukasi terhadap publik, terutama dari partai politik atau kontestan dalam Pilkada untuk memberikan pemahaman terhadap publik dalam menentukan pilihan dalam proses Pemilu dan Pilkada.
Pendidikan politik bagi masyarakat dalam memberikan kesadaran bagi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dengan tepat itu menjadi prasyarat bagi meningkatnya kualitas demokrasi, jadi tujuannya tidak hanya partisipasi meningkat tetapi kualitas pemilihnya juga meningkat, publik banyak memilih karena adanya politik uang dan yang lainya itu menandakan bahwa kualitas pemilih bisa dibilang kesadaran memilihnya rendah dan cenderung palsu bukan karena memilih secara rasional tetapi karena penggiringan dan pengkondisian dalam proses pemilihan. Yang diharapkan dari kualitas demokrasi meningkat adalah partisipasi publik meningkat dan diimbangi dengan kesadaran memilih karena pilihan rasional bukan karena politik uang.
Kenapa ditingkatan bawah mesti dilakukan edukasi politik terutama dalam proses Pilkada, dikarenakan banyak kasus di Pilkada yang sebelumnya massa publik kecewa terhadap hasil Pilkada yang menimbulkan konflik di tingkatan bawah seperti pengrusakan kantor KPU didaerah. Diharapkan dengan adanya sosialisasi atau pendidikan politik ini untuk memberikan kedewaaan politik bahwa perbedaan sikap politik agar tidak menimbulkan keretakan ditingkatan sosial masyarakat.
Pendidikan politik semestinya dilakukan oleh kontestan Pemilu dan Pilkada serta oleh KPU dengan melakukan sosialisasi guna memberikan informasi dan pemahanan terkait proses tahapan-tahapan Pemilu dan Pilkada, untuk menjaga publik dalam memilih dengan rasa nyaman dan serta pemilih atau publik memiliki kesadaran penuh kalau tidak memilih (golput) pemimpin dalam Pilkada artinya telah menyia-nyiakan kesempatan hak politik dalam memilih pemimpin. Pendidikan politik ini penting untuk menumbuhkan kesadaran politik dan publik untuk bisa berjiwa sportif dalam proses demokrasi ini, disetiap kontestasi ada menang ada yang kalah. Jika pemahaman publik tinggi akan suatu proses demokrasi, menang kalah itu bagian dari proses demokrasi.
Dalam mewujudkan Pilkada serentak semua berharap bahwa kualitas demokrasi meningkat dan Pilkada tahun 2024 dapat berjalan dengan lancar, yang disebutkan diatas bahwa regulasi yang merujuk pada Undang-Undang dengan turunannya keputusan KPU dalam mangatur tahapan Pemilu dan Pilkada ditetapkan dengan perencanaan yang matang, akan dimulai pada bulan Juni 2022, kalau semua instrumen itu bisa optimal dijalankan tentu menambah rasa optimisme yang tinggi bahwa Pilkada serentak tahun 2024 akan berjalan sukses. Untuk menghadirkan kualitas Pilkada yang demoktratis prasyarat-prasyarat itu harus terpenuhi, dimana Pilkada sebelumnya menjadi rujukan untuk meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan, menghindari oknum-oknum penyelenggaraan yang berbuat tidak adil dalam pelaksanaan Pilkada yang bisa berakibat fatal dalam proses Pilkada.
Kontestan Pilkada
Calon kepala daerah merupakan aktor utama dalam Pilkada, dimana kesuksesan Pilkada serentak tidak lepas dari para kontestan yang berkompetisi, dimana partai politik yang memiliki perwakilan di DPRD mengusung calon kepala daerah untuk berkompetisi dalam proses Pilkada, menjadi catatan penting bagi para aktor calon pemimpin selain harus cakap untuk memimpin daerah dengan kapasitas intelektual dan kemampuan dalam memimpin, disisi lain calon kepala daerah dituntut untuk memiliki logistik yang kuat.
Menjadi rahasia umum bagi calon kepala daerah memiliki logistik yang kuat untuk melewati proses dalam pemilihan, dari awal rekrutmen calon oleh partai politik memerlukan biaya untuk dapat diusung biasanya partai membuat komitmen pada calon kelapa daerah jika ingin diusung oleh partai tertentu dengan menyediakan uang mahar atau uang kesiapan dalam mengikuti Pilkada, setelah itu uang tim suskes, dari tingkat kab/kota sampai tingkat kecamatan, biaya saksi yang perlu disiapkan dan biaya sosialisai atau kampaye itu juga perlu disiapkan oleh setiap calon kepala daerah, dilihat dari sini bisa disimpulkan biaya calon relatif besar dalam ikut kontestasi Pilkada.
Ideal dalam Pilkada partai politik menghilangkan biaya mahar yang cenderung memberatkan calon yang akibatnya banyak calon kepala daerah di isi bukan oleh putra dan putri terbaik daerah tersebut tetapi banyak di isi oleh orang yang memiliki sumberdaya dana yang kuat, kalau sistem rekrutmen partai lebih mengedepankan idealitas sosok calon kepala daerah akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas bagi daerahnya tersebut. Menjadi catatan penting dalam Pilkada serentak nanti yang menginginkan kualitas yang baik selain proses yang dijalakan sesuai regulasi yang ada, penyelenggara melaksanakan tugasnya sesuai dengan kode etik penyelenggara dan partai politik mengusulkan calon kepala daerah dengan rekrutmen yang benar tentu apa yang diharapkan akan melahirkan kualitas demokrasi dapat terwujud.
Penulis: Syulfah Sari Dewi Syam
Sumber:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
- Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Edisi 1, Cetakan 6, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
- Labolo, Muhammad,Teguh Ilham. Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia (Teori, Konsep dan Isu Strategis), Cet Ke-1, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015.
- Prayudi, Ahmad Budiman dan Aryojati Ardipandanto. Dinamika Politik Pilkada Serentak, Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Sekretariat Jenderal DPR Republik Indonesia, 2017.
- Suharizal. Pemilukada: Regulasi, dinamika dan konsep mendatang,Jakarta; Rajawali Pers, 2012.
- Surbakti, Ramlan. Memahami Iimu Politik, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007.
- Chaniago, Pangi Syarwi. “Evaluasi Pilkada Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015,” Dalam Indonesian Political Science Review, Vol. 1 No.2, (2016).
- Sutrisno, Cucu. “Partisipasi Warga Negara dalam Pilkada,” Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 2, No. 2, 2017.