srisundari.com – Saat SMA juga masa juga masa-masa uji kejujuran. Nilai-nilai kejujuran yang diajarkan baik di sekolah ataupun di rumah akan diuji saat melaksanakan ulangan ataupun ujian. Banyak siswa yang mencoba untuk jujur dalam melaksanakan ujian.
Terhindar dari kecurangan-kecurangan yang terkadang dilakukan oleh sebagian kecil siswa lainnya. Agar mampu menjawab segala bentuk soal ujian yang diberikan, tentunya jalan terbaik yang dapat dilakukan untuk menghadapi situasi ini adalah dengan cara belajar, belajar dan belajar.
Jika tidak belajar tentunya tidak akan sulit atau bahkan tidak mampu untuk menjawab soal-soal ujian. Tetapi jika belajar sungguh-sungguh dengan sendirinya anda akan dapat menjawab soal-soal ujian. Bagi sekolompok siswa juga melakukan jalan pintas untuk bisa menjawab soal-soal ujian. Karena tidak belajar, akhirnya melakukan kecurangan-kecurangan dengan membuat contekan atau lebih popular dengan sebutan “kepean”.
Kepean adalah catatan kecil yang digunakan sebagai contekan pada saat melaksanaan ujian. Bentuknya dapat berupa kertas kecil, atau catatan di penggaris, coretan di meja atau bahkan untuk para perempuan menuliskan di atas pahanya. Pada era yang lebih modern pada saat ini dapat juga menggunakan media handphone dan lain sebagainya.
Kebiasaan-kebiasaan seperti ini terus saja terjadi, terkadang sanksi yang diberikan tidak mampu membuat jera para siswa untuk melakukan praktik-praktik kecurangan seperti tersebut di atas. Disadari atau tidak praktik kecurangan tersebut adalah perilaku yang melakukan pembohongan kepada guru, orang tua dan juga untuk dirinnya sendiri. Yang bersangkutan tidak menyadari bahwa sifat tidak jujur tersebut telah menipu diri sendiri dan orang tua. Nilai yang tertulis dalam rapor tidak sesuai dengan kemampuan yang sebenarnya.
Orang tua merasa bangga dengan hasil tersebut, tetapi mereka tidak menyadari bahwa mereka telah dibohongi oleh anak mereka sendiri. Jika kecurangan-kecurangan tersebut dilakukan secara berulang-ulang, maka siswa yang bersangkutan akan merasa bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang biasa dan tidak masuk dalam kategori suatu kesalahan lagi.
Jika hal tersebut sempat tertanam dalam diri, maka di saat mereka masuk dalam dunia kerja, akan terbuka kemungkinan juga akan melakukan kecurangan-kecurangan yang sama dalam bekerja karena mereka sudah terbiasa melakukan kecurangan tersebut. Bisa kita bayangkan kalau hal tersebut terjadi tidak hanya pada mereka tetapi terjadi pada banyak orang, maka negara akan mengalami kesulitan untuk mencari abdi negara yang bekerja dengan jujur.
Oleh karena itu menjadi penting bagi kita semua, siswa, guru, orang tua dan stakeholder lainnya untuk menanamkan nilai kejujuran dari sedini mungkin. Ajarkan untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, menerima segala konsekuensi atas apa yang dikerjakan.
Orang tua juga mempunyai peranan yang penting dalam mengajarkan nilai-nilai kejujuran kepada anak. Tuntutan orang tua agar anak juara, terkadang menjadi beban bagi anak yang kemampuannya rata-rata. Karena tuntutan harus juara maka terkadang mereka terdorong untuk melakukan kecurangan-kecurangan.
Kita meyakini bahwa semua siswa ingin berperilaku jujur dalam menghadapi segala hal termasuk dalam pelaksanaan ujian. Tugas orang tua dan guru untuk mengawal anak agar mau berlaku jujur dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai siswa. Mari ajarkan anak-anak untuk bertanggung jawab kepada dirinya sendiri.
Tanamkan ke dalam pemikiran bahwa tugas sebagai siswa adalah belajar. Bertanggung jawab atas segala tugas dan ujian yang diberikan oleh guru. Tiada lain tiada bukan untuk mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut adalah dengan cara belajar.