Anggaran TKD Maluku Utara Tahun 2026 akan Mengalami Pemangkasan

Anggaran TKD Maluku Utara Tahun 2026 akan Mengalami Pemangkasan

SriSundari – Anggaran transfer ke daerah (TKD) untuk Provinsi Maluku Utara pada tahun 2026, akan mengalami penurunan. Diprediksi, dibanding tahun 2025, anggaran TKD tahun 2026 untuk Provinsi Maluku Utara akan turun mencapai 50%.  Hal ini menjadi perhatian utama dan kekhawatiran serius terhadap masa depan otonomi daerah.

Untuk itu, melalui kunjungan kerja Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ke Provinsi Maluku Utara, diharapkan akan menemukan hasil solusi yang optimal.  Kunjungan ini juga dalam rangka inventarisasi materi pengawasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah, DPD RI menyoroti prediksi penurunan drastis dana TKD, serta implikasi sejumlah undang-undang baru terhadap kewenangan pemerintah daerah.

Komite I DPD RI, melalui kunjungan ini terus berupaya mengumpulkan data dan masukan langsung dari lapangan, untuk merumuskan langkah-langkah strategis guna mengatasi tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah di Maluku Utara dan daerah-daerah lain di Indonesia.

“Saya berharap kegiatan Kunjungan Kerja ini dapat menghasilkan output yang optimal dalam menjawab isu aktual terkait penyelenggaraan pemerintahan daerah, terutama terkait dampak berkurangnya dana transfer ke daerah (TKD), semoga ekonomi segera pulih sehingga dana transfer bisa kembali normal,” ujar Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung, di Ternate, Maluku Utara, Senin (17/11/25).

Dalam kesempatan ini Tamsil mengungkapkan, penurunan anggaran TKD untuk Provinsi Maluku Utara ini, dinilai akan mengancam kemampuan daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan publik dan pembangunan berkelanjutan.

“Pemerintahan daerah merupakan instrumen penting dalam pelaksanaan otonomi daerah. Penyesuaian regulasi ini harus mendorong inovasi dan reformasi kebijakan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan memperhatikan kearifan lokal, guna mendukung kemandirian fiskal,” tegas Tamsil Linrung.

Sementara itu, Ketua Komite I DPD RI, Andi Sofyan Hasdam juga menambahkan, bahwa selama sepuluh tahun pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2014, muncul sejumlah undang-undang yang berdampak signifikan pada pelaksanaannya.

“Sekurang-kurangnya ada 5 (lima) undang-undang yang berdampak pada pelaksanaan UU Pemerintahan Daerah: UU Cipta Kerja, UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD), UU Ibu Kota Negara, UU Minerba, dan UU Kesehatan,” jelas Andi Sofyan Hasdam.

Andi Sofyan Hasdam menyebut fenomena penurunan TKD ini sebagai indikasi sentralisasi kendali dana yang semakin terpusat di tangan pemerintah pusat, sehingga membatasi ruang gerak pemerintah daerah dalam merancang kebijakan berbasis kebutuhan dan karakteristik lokal. Ia menambahkan hal ini turut membuat moratorium Daerah Otonomi (DOB) Baru makin sulit dibuka.

“Penurunan ini dapat menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah, khususnya dalam kaitannya dengan dampak penurunan dana transfer terhadap penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan daerah, serta kapasitas fiskal pemerintah daerah,” kata Andi Sofyan Hasdam.

Sementara itu, Sekretaris Provinsi (Sekprov) Samsuddin A. Kadir Samsudin menjelaskan, pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH oleh pemerintah pusat menyebabkan sejumlah daerah mengalami tekanan fiskal yang berat.

Akibatnya, sekitar 140 kabupaten di Indonesia terancam tidak mampu melaksanakan belanja wajib, termasuk pembayaran gaji aparatur serta pembiayaan sektor pendidikan dan kesehatan

“”Kita berharap melalui langkah penghematan ini, pemerintah daerah dapat tetap melaksanakan belanja wajib dengan baik, setidaknya untuk memastikan gaji pegawai dan layanan dasar publik bisa berjalan,” tandas Sekprov Samsuddin.(Adoel)

"Dunia dan isinya adalah media pembelajar oleh karena itu jadilah pembelajar yang baik"