Masoud Pezeshkian Jadi Presiden Baru Iran

Masoud Pezeshkian Jadi Presiden Baru Iran

SriSundari – Masoud Pezeshkian, satu-satunya tokoh moderat dalam empat kandidat, memenangkan pemilihan presiden putaran kedua pada hari Jumat (5/7/2024), melawan mantan perunding nuklir Saeed Jalili. Masoud Pezeshkian akan menggantikan Presiden Iran garis keras Ebrahim Raisi, yang tewas dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei 2024 lalu.

Dilansir dari Reuters, Pezeshkian adalah seorang ahli bedah jantung berusia 69 tahun, telah berjanji untuk mempromosikan kebijakan luar negeri yang pragmatis, meredakan ketegangan atas negosiasi yang kini terhenti dengan negara-negara besar, untuk menghidupkan kembali pakta nuklir tahun 2015 dan meningkatkan prospek liberalisasi sosial dan pluralisme politik.

Namun, banyak warga Iran yang skeptis terhadap kemampuannya memenuhi janji kampanyenya karena Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, bukan presiden, yang merupakan otoritas tertinggi di Republik Islam.

“Rakyat Iran yang terkasih, pemilu telah berakhir, dan ini hanyalah awal dari kerja sama kita. Jalan yang sulit ada di depan. Ini hanya bisa mulus jika ada kerja sama, empati, dan kepercayaan anda,” ungkap Pezeshkian dalam postingan pada sebuah media sosial.

Setelah hasil pemungutan suara dikonfirmasi oleh badan pengawas pemilu garis keras dan disetujui oleh Khamenei, Pezeshkian akan mengambil sumpah jabatan di hadapan parlemen di Teheran dalam beberapa hari mendatang.

Diketahui, jumlah pemilih hampir mencapai 50% pada pemungutan, menyusul rendahnya jumlah pemilih dalam pemungutan suara putaran pertama pada tanggal 28 Juni 2024 lalu.

Pezeshkian berhasil menang dengan konstituennya – yang intinya diyakini sebagian besar adalah kelas menengah perkotaan dan kaum muda – yang telah kecewa dengan tindakan keras keamanan selama bertahun-tahun yang membungkam perbedaan pendapat publik terhadap ortodoksi Islam.

Salah satu sumber Iran mengatakan, Pezeshkian menikmati status orang dalam dan hubungan dekat dengan Khamenei yang teokratis, dan mungkin bisa membangun jembatan antar faksi untuk bersikap moderat, namun tidak membawa perubahan mendasar yang dirindukan banyak orang Iran.

Republik Islam telah mengalami dua pendekatan reformasi. Yang pertama terjadi pada tahun 1997 hingga 2005, ketika Presiden Mohammad Khatami mengupayakan reformasi politik, masyarakat sipil yang lebih kuat, dan kebebasan pers yang lebih besar, namun ditentang oleh Khamenei dan Garda Revolusi yang kuat.

Kelompok kedua dipimpin oleh Hassan Rouhani yang pragmatis dari tahun 2013 hingga 2021. Dia menggunakan modal politiknya untuk mendapatkan persetujuan Khamenei terhadap pakta nuklir tahun 2015, tanpa meninggalkan apa pun untuk reformasi dalam negeri.(NA)

"Dunia dan isinya adalah media pembelajar oleh karena itu jadilah pembelajar yang baik"