3 Tingkat Kejujuran
Sebelumnya kita sudah bahas tentang kejujuran secara umum. Kalau kita ingin memahami makna kejujuran lebih dalam lagi, kita perlu memahami apasih pengertian jujur itu. Jujur adalah kesesuaian antara kenyataan dengan yang disampaikan. Apa yang menjadi faktanya, itulah yang diceritakan. Atau orang sering mengistilahkan sesuai antara perbuatan dengan kenyataan.
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat tingkat kejujuran yakni tingkat pertama “Terlihat Jujur/beropini Jujur”, tingkat kedua “Jujur Bersama” dan tingkat ketiga “Jujur yang sesungguhnya
Tingkat pertama, terlihat jujur adalah fenomena yang sering muncul sekarang ini. Dalam hal ini yang terpenting adalah orang tersebut kelihatan seperti orang yang jujur. Jujur dalam bertutur-kata, jujur dalam berperilaku, jujur dalam bekerja dan lain sebagainya. Oleh karena itu supaya terlihat jujur maka diperlihatkan opini-opini seolah-olah terbukti bahwa anda telah berperilaku jujur. Misalnya untuk terlihat bekerja, maka anda akan berfoto seolah-olah sedang bekerja, kemudian dipublikasikan melalui media social atau media lainnya, atau mungkin dikirimkan langsung kepada pimpinan. Dengan adanya foto tersebut, maka anda akan terlihat betul-betul memang sedang bekerja. Padahal, sesungguhnya anda tidak sedang bekerja.
Kemudian contoh lainnya, supaya dipercaya pasangan saat berpergian, maka di saat bertemu dengan orang-orang yang dipercaya, maka anda melakukan video call. Dengan adanya video call, tersebut dijadikan alibi atau bukti supaya terlihat bahwa seoalah-olah memang sedang bekerja atau berpergian dengan bersangkutan, padahal fakta sesungguhnya latar lainnya disembunyikan sehingga tidak terlihat sama sekali fakta yang sebenarnya. Jadi terlihat jujur ini sama juga dengan upaya untuk beropini agar terlihat berperilaku seperti jujur.
Tinggkat kedua, jujur bersama. Pada tingkat ini, kejujuran dilakukan secara bersamaan. Kalau saya jujur, kamu harus jujur juga atau sebaliknya. Kalau kamu jujur saya juga akan jujur. Atau jika saya sudah jujur kamu juga harus jujur kepada saya. Kejujuran seperti ini biasanya terjadi dalam persahabatan. Mereka akan saling jujur satu sama lainnya. Dan ini menjadi komitmen dalam persahabatan mereka.
Atau mungkin juga saling jujur satu sama lain dengan rekan kerja, jika salah satu rekan kerja jujur, maka yang lainnya jujur. Tetapi jika ada yang sudah tidak jujur, maka yang lain berusaha untuk menutup-nutupi sehingga berusaha untuk tidak jujur juga. Jadi dalam kejujuran ini masih ada syarat yang harus dipenuhi, yakni jika saya jujur, kamu juga harus jujur. Kalau kamu tidak jujur maka saya juga tidak akan jujur.
Tingkat ketiga, jujur yang sesungguhnya. Pada tingkat terakhir ini lah yang sesungguhnya diartikan sebagai kejujuran. Di saat orang berbuat jujur karena semata-mata karena niatnya ingin berbuat jujur tanpa harus dilihat atau diawasi oleh siapapun. Berbuat jujur bukan sebagai imbal-balik karena orang lain juga berbuat jujur. Jujur semata-mata karena mengharapkan rida dari Allah SWT. Misalnya, anak sekolah yang sedang ujian. Ia menjawab ujian sesuai dengan kemampuannya tanpa harus mencontek ataupun berlaku curang lainnya supaya nilainya bagus. Dia lebih mengedepankan hasil yang didapatkan, berapapun nilainya. yang terpenting hasil tersebut diperoleh dari hasil jerih payahnya belajar tanpa sedikitkpun melakukan kecurangan-kecurangan.
Atau mungkin juga para pejabat yang bekerja dengan melakukan gimic (berpura-pura seolah-olah), mengakui pekerjaan anak buah sebagai hasil karyanya kepada pimpinan. Sehingga pimpinan tahunya pekerjaan tersebut adalah dia yang mengerjakan, padahal sesungguhnya bukan. Jadi dengan demikian jujur yang sesungguhnya berasal dari dalam dirinya sendiri, dilihat ataupun tidak dilihat oleh orang lain, dipublikasikan ataupun tidak dipublikasikan, sebagai persyaratan ataupun tidak maka anda akan berperilaku apa adanya, berkata sesuai dengan fakta dan data yang ada tanpa mengurang-ngurangi atau menambah-nambahkan atau dengan kata lain selalu berbuat jujur.
Bagaimana cara membangun sikap jujur? Untuk bersikap jujur, sebenarnya mudah-mudah sulit, kenapa saya katakan mudah-mudah sulit? Karena kita akan mampu selalu untuk jujur jika tidak dimulai dengan suatu kebohongan. Karena banyak kasus terjadinya kebohongan-kebohongan karena untuk menutupi kebohongan-kebohongan sebelumnya. Oleh karena itu kita dituntut untuk selalu jujur dari awal, sehingga nantinya tidak menghadapi suatu situasi dilematis yang menuntut kita untuk mempertahankan situasi bohong tersebut.
Bagaimana cara membangun kejujuran? Berikut ini dijelaskan cara membangun kejujuran antara lain:
- Selalu jujur kepada diri sendiri
- Mengantisipasi atau mencegah memposisikan diri dalam rasa bersalah
- Memandang ke bawah, tidak suka membandingkan diri dengan orang lain
- Bangun budaya jujuran
- Bangun keyakinan bahwa anda akan selalu jujur
Untuk lebih jelasnya cara-cara membangun kejujuran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Selalu jujur kepada diri sendiri
Jujur kepada diri sendiri ini dapat diartikan sebagai upaya diri untuk memahami kondisi diri dan menerima dengan tangan terbuka kondisi tersebut tanpa ada sesuatu yang harus dikamuflasekan. Banyak contoh terkait dengan ini, misalnya, kalau pekerjaan tersebut berhasil dilaksanakan dengan baik berkat bantuan dan kerjasama teman-teman lainnya, maka akuilah di depan pimpinan bahwa pekerjaan tersebut berhasil dengan baik berkat support yang diberikan oleh teman-teman. Tidak boleh mengakui itu hasil pekerjaan tersebut sebagai hasil kerja keras kita sendiri.
Jika pengakuan ini tidak dilakukan dengan jujur maka anda akan kehilangan kepercayaan dan penghormatan dari teman-teman anda. Pada masa yang akan datang mereka tidak akan ikhlas lagi mendukung kegiatan anda. Lebih parahnya jika kebohongan ini sampai kepada pimpinan maka ke depan pimpinan akan meragukan kejujuran anda. Dampak terbesarnya adalah anda bukan lagi menjadi orang yang dapat dihandalkan atau dipercaya lagi baik oleh pimpinan ataupun rekan kerja. Banyak lagi contoh-contoh lainnya, misalnya jujur dengan kemampuan diri, kalau tidak sanggup jangan bilang sanggup sehingga anda akan mengalami permasalahan dalam pelaksanaannya. Kalau keuangan anda baru cukup untuk membeli motor, jangan paksakan untuk membeli mobil. Dan masih banyak contoh lainnya. Intinya adalah tanyakan kepada diri sendiri, apakah hal tersebut sesuai dengan kemampuan anda atau bukan. Apakah kondisi tersebut adalah kebutuhan anda atau bukan.