Surau Lubuk Bauk, Tempat Buya Hamka Belajar Agama

Surau Lubuk Bauk, Tempat Buya Hamka Belajar Agama

SriSundari – Surau Lubuk Bauk merupakan salah satu bangunan bersejarah.  Surau yang terletak di Nagari Lubuk Bauk, Batipuh Baruh, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat ini dibangun pertama kali pada tahun 1896, dan selesai pada tahun 1901. Surau ini didirikan di atas tanah wakaf Datuk Bandaro Panjang, seorang yang berasal dari suku Jambak, Jurai Nan Ampek Suku dan dibangun oleh masyarakat Nagari Batipuh Baruh dibawah koordinasi para ninik mamak. Kemudian pada tahun anggaran 1992/1993, Surau Lubuk Bauk dipugar.

Atmosfer sejarah dan budaya masih melekat pada bangunan surau ini.  Surau Lubuk Bauk menjadi saksi bisu dalam melahirkan seorang ulama besar Indonesia yang menimba ilmu disini, tekun belajar ilmu agama dan belajar Alquran.  Dialah Profesor Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka).  Bahkan, surau inilah yang menjadi inspirasi Buya Hamka dalam menulis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk.

Surau Lubuk Bauk terletak di pinggir jalan raya Kota Padang Panjang menuju Danau Singkarak, Kota Solok dan dikelilingi pagar besi berbentuk panggung dengan tinggi kolong 1,40 m. Pintu gerbang terletak di timur menghadap ke selatan (jalan raya), sedangkan pintu masuk surau terletak di timur dan naik metalui enam buah anak tangga.

Dengan luas bangunan 154 meter persegi dan tinggi sekitar 13 meter, bangunan surau ini ditopang oleh 30 tiang kayu bersegi delapan, dan seluruh bangunan dibangun menggunakan bahan kayu, sebagian besar kayu surian.  Seperti bangunan rumah gadang lainnya, surau ini juga tidak menggunakan paku untuk menyatukan bagian yang satu dengan yang lain.

Surau Lubuk Bauk memiliki 4 tingkat yaitu lantai 1, lantai 2, lantai 3 dan menara yang paling atas. Pada lantai 1 yang berukuran 12 x 12m, merupakan ruang utama untuk sholat dan juga tempat belajar agama.  Banyak anak-anak belajar TPA disini. Di sisi barat terdapat mihrab berukuran 4 x 2,50 m.  Lantai I juga menjadi tempat rapat adat.

Kalau tidak putus dalam rapat adat, dibawa ke lantai 2 dan jumlah orang yang ikut rapat harus dikurangi.  Jika masih belum selesai akan dibawa ke lantai 3 dan orangnya pun juga dikurangi lagi.  Jika masih belum putus dilantai 3, rapat harus dibawa ke menara. Di menara ini, segala masalah yang dikemukakan harus selesai.

Sementara itu, ruang pada lantai 2 yang berukuran 10 x 7,50 m, lebih kecil dari lantai I, terdapat tiang utama (empat tonggak) juga diberi ukiran-ukiran yang berpola sama dengan tiang di lantai I.  Untuk masuk ke lantai II melalui sebuah tangga kayu.

Surau Lubuk Bauk, Tempat Buya Hamka Belajar Agama

Arsitektur Surau Lubuk Bauk mengandung beberapa filosofi. Atapnya terbuat dari seng dan bersusun tiga. Atap pertama dan kedua berbentuk limas, sementara atap ketiga berbentuk gonjong di ke-empat sisinya.  Atap ketiga ini berfungsi sebagai menara atau kubah untuk tempat naik ke puncak.  Tiga atap ini melambangkan adanya 3 dasar dalam adat Minangkabau untuk mengambil keputusan, yaitu tali tigo sapilin.  Dan pada bagian puncak atasnya, terdapat hiasan berbentuk catra seperti pada bagian puncak stupa.

Sementara itu, menara adzan yang berbentuk segi delapan, melambangkan delapan arah mata angin.  Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang dapat memberi kebaikan bagi makhluk di alam semesta. Lambang segi delapan juga mengibaratkan perjalanan adat nan salapan dalam masyarakat Minangkabau.

Pada bagian luar serambi, dindingannya dihiasi dengan ukiran khas Minangkabau seperti motif pakis yang melambangkan kebijaksanaan, persatuan, dan kesatuan dalam nagari. Dinding dan lantai terbuat dari bilah papan. Pada sisi utara, selatan, dan timur terdapat jendela yang diberi penutup.

Surau Lubuk Bauk termasuk salah satu benda peninggalan sejarah. Hal ini berdasarkan riset dan kajian yang telah dilakukan pada tahun 1984, oleh proyek pemugaran dan pemeliharaan peninggalan sejarah dan purbakala Sumatra Barat.

Meskipun saat ini Surau Lubuk Bauk telah ditetapkan sebagai cagar budaya di bawah pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar, Sumatera Barat, objek wisata religi yang kerap menjadi salah satu daya tarik wisata terkenal di Tanah Datar ini, masih digunakan sebagai tempat belajar mengaji, mempelajari adat serta tempat musyawarah dan kegiatan lainnya.(NA/Berbagai Sumber)

"Dunia dan isinya adalah media pembelajar oleh karena itu jadilah pembelajar yang baik"