Bumi bertasbih di tengah terik
Seberkas panas mendidih ditubuhnya
Tergaduhkan semua makhluk
Meronta
Menghiba
Merana
Tak rela rumahnya bagaikan panci
Berisi air mendidih
Panas memeras
Terperas
Bumi bertasbih di tawaf pertama
Tak henti ia berputar
Hingga tawaf ketujuh
Bumi tersungkur dan jatuh
Ia lafazkan doa untuk keseribu kalinya
Mendinginlah-Mendinginlah
Tuhan. Tuhan.. Tuhan..
Kabulkan Pinta
Mentari tak mau tidur di peraduan
Ia jalankan tugas sepenuh hati
Namun begitu juga bumi
Rumah semua makhluk
Ataukah Bulan tempat berpindah
Hijau pepohonan sudah menghilang
Setelah pohon merangggas yang tersisa batang
Pohonpun tumbang nyawanya meregang
Daun-daun gugur dari ranting muda
Terpaksa
Hijau pupus menjadi kuning dan rebah ke tanah
Asap menguap pekatkan mata
Apkah tasbih harus terhenti
Edrida Puliungan, Masjid Sultan, Singapura