Kemenag Sosialisasikan PMA 19/2024, Salah Satunya Pengurusan Izin LAZ Terpusat

Sosialisasikan PMA 19/2024, Salah Satunya Pengurusan Izin LAZ Terpusat

SriSundari – Peraturan Menteri Agama (PMA) No 19 tahun 2024 tentang Lembaga Amil Zakat (LAZ), bukan sekadar aturan, tetapi bentuk pengembangan penting dalam pengelolaan zakat di Indonesia.

Demikian disampaikan Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Waryono Abdul Ghafur, saat Kementerian Agama (Kemenag) mulai menyosialisasikan regulasi baru terkait pengelolaan zakat.

“PMA 19 Tahun 2024 memberikan ruang yang signifikan bagi pengembangan LAZ, terutama LAZ berbasis ormas dan masyarakat sipil (civil society),” ujar Waryono dalam diskusi bertajuk ‘Sinergi Pengelolaan Zakat Nasional dan Sosialisasi Peraturan Menteri Agama (PMA)’, yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Forum yang juga membahas pentingnya meningkatkan akurasi penyaluran zakat serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi terbaru ini, dihadiri sekitar 250 peserta dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) skala nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota.

Sesi panel dipandu Wakil Ketua BAZNAS RI, Mo Mahdum.  Sementara itu para narasumber diramaikan oleh Prof. Waryono dan Hamdan Zoelfa yaitu seorang pakar zakat dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.

Dalam diskusi ini, Wartono menyampaikan, ada sejumlah ketentuan penting dalam PMA 19/2024. Salah satunya adalah mekanisme izin LAZ yang kini terpusat pada sistem satu pintu, yang mencakup persyaratan teknis administratif terkait kemampuan pendayagunaan dan pendistribusian zakat sesuai dengan skala lembaga.

“Pengurusan izin LAZ kini terpusat dalam satu sistam, berdasarkan PMA 19 tahun 2024,” tegasnya

PMA ini, kata Waryono, juga memperkenalkan standar minimum bagi LAZ, jumlah amil yang diperbolehkan, larangan rangkap jabatan, serta penataan unit layanan zakat di tingkat kabupaten/kota seperti kantor layanan zakat, rumah singgah, dan rumah yatim.

Prof. Waryono juga menekankan, bahwa kampanye zakat harus semakin digencarkan secara masif dan terstruktur agar kesadaran masyarakat terhadap pentingnya zakat meningkat. Juga diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang zakat, terutama bagi masyarakat yang belum terbiasa menyalurkan zakat melalui lembaga resmi.

Prof. Waryono juga memaparkan, tujuh prinsip utama dalam pengelolaan zakat yang harus selalu menjadi acuan, yaitu syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas.

Sementara itu, Hamdan Zoelfa menekankan bahwa zakat memiliki peran krusial dalam mewujudkan keadilan sosial di masyarakat. Zakat menurut Hamdan, bukan hanya soal ibadah, tetapi juga mekanisme pemerataan ekonomi yang berperan penting dalam mengurangi ketimpangan sosial.

“Zakat adalah salah satu pilar penting dalam menciptakan keadilan sosial. Ketika zakat disalurkan dengan tepat, maka masyarakat miskin bisa merasakan manfaat langsung dari zakat,” ujar Hamdan.

Selain pentingnya peran pemerintah dalam memperkuat regulasi pengelolaan zakat, juga harus memastikan adanya sinergi antara lembaga zakat yang ada di Indonesia.  Sehingga, dengan regulasi yang kuat dan pengawasan yang baik, akan membuat zakat menjadi instrumen yang lebih efektif untuk mengatasi kemiskinan.

Dalam kesempatan ini, Prof. Waryono dan Hamdan Zoelfa sepakat bahwa kolaborasi dan sinergi antara Baznas dan LAZ, sebagai rumah besar pengelolaan zakat di Indonesia harus diperkuat. Kedua lembaga ini memiliki peran strategis dalam mengkoordinasikan pendayagunaan zakat yang lebih luas dan profesional.

“Sinergi Baznas dan LAZ harus semakin diperkuat untuk mengoptimalkan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan mustahik secara berkelanjutan,” pungkas Waryono.(Adoel)

"Dunia dan isinya adalah media pembelajar oleh karena itu jadilah pembelajar yang baik"