SriSundari – Badan Narkotika Nasional (BNN) menerima kunjungan audiensi dari Pusat Kajian Daerah dan Penganggaran (Puskadaran) DPD RI, di Gedung BNN Cawang, Jakarta Timur, Jumat (17/10/2025). Kunjungan ini dalam rangka pengumpulan data dan informasi, terkait pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Pertemuan difokuskan membahas aspek rehabilitasi medis dan sosial, bagi korban penyalahgunaan narkoba, yang kini disebut sebagai Orang Dengan Gangguan Penggunaan Zat (ODGPZ).
Diskusi ini dibuka langsung oleh Kepala Puskadaran, Dr. Sri Sundari, S.H.. M.M., CGCAE yang menegaskan, bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPD RI atas pelaksanaan undang-undang, agar tetap relevan dengan kondisi sosial dan tantangan penanggulangan narkotika yang semakin kompleks dan terus berkembang.
Pada kesempatan ini, BNN melalui Plt. Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat (PLRKM) Deputi Rehabilitasi BNN, dr. Erniawati Lestari, Sp.FK. (dr. Nia), memberikan paparan komprehensif mengenai situasi narkoba global dan nasional, serta arah kebijakan rehabilitasi yang dijalankan BNN.
Menurut dr. Nia, sekitar 6 persen populasi dunia menggunakan narkoba, dengan ganja sebagai jenis yang paling banyak dikonsumsi. Di Indonesia sendiri tahun 2023, prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 1,73% atau 3,3 juta jiwa. Meskipun dalam tiga tahun terakhir terjadi penurunan angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia, namun ancaman tetap tinggi terutama di kalangan remaja dan pelajar, yang kini menjadi kelompok klien terbesar dalam program rehabilitasi. Dan dari sekian banyak prevelansi, ternyata hanya segelintir yang dapat direhabilitasi oleh BNN.
Pelaksanaan rehabilitasi medis dan sosial di klinik milik BNN Provinsi maupun BNN Kabupaten/Kota, kembali dr. Nia menjelaskan, telah dilaksanakan secara komprehensif, di mana dalam satu rawatan, klien diberikan intervensi medis dan psikososial secara bersamaan, hingga layanan pascarehabilitasi yang disebut dengan rehabilitasi berkelanjutan.

“Hanya sekitar 1 hingga 1,5 persen pengguna narkoba yang dapat direhabilitasi setiap tahunnya, disebabkan keterbatasan kapasitas lembaga rehabilitasi, tenaga profesional, serta anggaran yang tersedia,” ungkap dr. Nia.
Selain membahas aspek rehabilitasi, BNN juga menyinggung perkembangan proses revisi Undang-Undang Narkotika yang saat ini masih berlangsung. Perwakilan Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama, Dewi Ghinawati, menjelaskan urgensi revisi undang-undang tersebut, termasuk sejumlah permasalahan yang masih tertunda antara pemerintah dan koalisi masyarakat sipil.
Sikap keterbukaan BNN atas semua informasi ini mendapat apresiasi dari Kapuskadaran Sri Sundari. Ditegaskan, bahwa hasil diskusi dan data yang diperoleh akan menjadi bahan penting dalam penyusunan kajian lanjutan, yang akan disampaikan kepada Komisi III DPD RI.
“Kami akan membawa hasil pertemuan ini sebagai bahan penguatan kajian Puskadaran dalam mendukung tugas DPD, khususnya terkait fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Narkotika,” tandas Sri Sundari.
Perwakilan Puskadaran dihadiri oleh Kapuskadaran Sri Sundari, didampingi Kepala Bidang Diamasda Dr. Syulfah Sari Dewi Syam, S.E., M.M, Kepala Bidang Piapusda Dr. Dr. Rahmat Hollyson Maiza, M.AP., Pejabat dan Pegawai di lingkup Sektetariat Jenderal DPD RI. Sementara pihak BNN dihadiri oleh perwakilan dari Biro Perencanaan dan Deputi Bidang Rehabilitasi BNN dan sejumlah staf terkait.(NA)








