SriSundari – Atas usulan Indonesia, akhirnya Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha resmi diakui UNESCO, karena telah mendapat persetujuan dari Dewan Eksekutif UNESCO. Usulan Indonesia agar UNESCO mengakui Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha ini, mendapat dukungan penuh lebih dari 30 negara sebagai co-sponsor. Proposal ini telah dibahas dan diputuskan dalam Pertemuan Dewan Eksekutif UNESCO ke-219 di Markas Besar UNESCO di Paris, Prancis, (13-27/3), melalui Draft Decision 219/EX 37.
Proposal ini menjadi bagian dari upaya diplomasi Indonesia untuk mempromosikan toleransi antaragama serta keragaman budaya dan agama di UNESCO. Pengakuan resmi dari organisasi internasional seperti UNESCO akan mendorong pemahaman global tentang nilai-nilai budaya dan agama serta meningkatkan status dan citra perayaan keagamaan tersebut di mata dunia.
Keputusan ini memiliki signifikansi penting bagi Indonesia, terutama sebagai salah satu negara dengan jumlah populasi Muslim terbesar di dunia. Penetapan ini akan memperkuat profil Indonesia di panggung internasional, menegaskan nilai-nilai penting yang dijunjung tinggi oleh Indonesia seperti keberagaman, solidaritas, persatuan, dan kebersamaan.
Melalui proposal ini, Indonesia meminta UNESCO untuk mengambil langkah positif dalam mendorong nilai inklusivitas terhadap keragaman budaya dan keagamaan, terutama dalam penghormatan terhadap hari raya yang penting bagi seluruh umat Muslim di dunia.
Pengakuan ini tidak hanya akan mengirim pesan penting tentang toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan agama dan budaya di tengah masyarakat global yang semakin terhubung, tetapi juga akan memperkuat identitas keagamaan dan keberagaman lokal di negara-negara yang merayakan Idul Fitri dan Idul Adha.
Selain itu, pengakuan ini memiliki potensi multiplier effect, yaitu mempromosikan pariwisata religi di Indonesia dengan menarik wisatawan untuk mengalami perayaan Idul Fitri dan Idul Adha secara langsung di tempat asalnya.
Dalam konteks meningkatnya sentimen Islamofobia, pengakuan terhadap Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha juga berperan penting dalam mempromosikan toleransi dan dialog antar agama, serta berkontribusi positif terhadap upaya menciptakan perdamaian.
Keputusan ini juga akan mengubah jadwal dan agenda UNESCO, dengan menjamin bahwa tidak akan ada pertemuan resmi yang dijadwalkan pada tanggal yang bersamaan dengan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Sebelumnya, tidak ada resolusi atau keputusan resmi UNESCO yang mengakui pentingnya kedua Hari Raya tersebut, sehingga masih terjadi pertemuan UNESCO yang diselenggarakan pada hari yang sama dengan Idul Fitri dan Idul Adha, seperti yang terjadi pada tahun 2023, dimana pertemuan the Fifth Extraordinary Session of the General Conference diselenggarakan bertepatan dengan Idul Adha.
Pengusulan ini dimulai pada awal tahun 2024 dan akan dibahas pada Sidang Umum UNESCO ke-42 untuk diadopsi dan diimplementasikan oleh entitas-entitas antar pemerintah UNESCO selain Dewan Eksekutif.
Negara yang mendukung dan menjadi co-sponsor proposal Indonesia tersebut, antara lain: Algeria, Azerbaijan, Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Colombia, Côte d’Ivoire, Djibouti, Egypt, Jordan, Kuwait, Lebanon, Libya, Malaysia, Mali, Mauritania, Morocco, Nigeria, Oman, Pakistan, Palestine, Philippines, Qatar, Russia, Saudi Arabia, Sudan, Syria, Tunisia, Turkiye, UAE, dan Yemen.
Indonesia menjabat sebagai anggota Dewan Eksekutif UNESCO periode 2023-2027, pasca terpilih pada pemilihan Konferensi Umum UNESCO ke-42 bulan November 2023 lalu.(NA)