SriSundari – Setelah Indonesia mengalami fenomena iklim El Nino, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memperkirakan Indonesia akan segera berganti fenomena iklimnya menjadi iklim El Nina.
BMKG pun memprediksi kedatangan iklim El Nina ke Indonesia sekitar di bulan Juni sampai Agustus 2024. Namun demikian, diperkirakan kondisi netral El Nino tetap dapat bertahan hingga bulan Juli 2024.
Dampak fenomena La Nina diketahui dapat menyebabkan cuaca ekstrim, berupa peningkatan curah hujan yang mencapai 20 hingga 40 persen. Bahkan beberapa lokasi dapat mencapai peningkatan hingga lebih dari 50 persen. Hal ini dapat memicu terjadinya bencana banjir dan longsor. Fenomena La Nina umumnya memberikan efek pendinginan suhu bumi secara global, meski begitu dampaknya dapat berbeda-beda di setiap wilayah di dunia
Bagaimana Membedakan El Nino dengan La Nina?
Fenomena iklim El Nino dan La Nina merupakan fenomena penyimpangan pola normal siklus iklim di Samudra Pasifik. Perbedaannya, El Nino adalah pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal, sebaliknya La Nina adalah pendinginan suhu muka laut di bawah kondisi normalnya.
La Nina, yang merupakan kondisi lautan yang lebih dingin dari normal (minus 0,5 derajat Celsius atau di bawahnya), memicu curah hujan lebih banyak di Indonesia dan berbagai negara.
Sementara itu, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memprediksi, bahwa kemungkinan sebesar 60 persen, kondisi La Nina akan terjadi antara Juli dan September 2024, dan kemungkinan sebesar 70 persen, akan terjadi antara Agustus dan November 2024.
Akibat fenomena iklim La Nina, intensitas badai pun diperkirakan juga akan meningkat, dan hal ini akan mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia secara signifikan. Contohnya, sebagai negara agraris, Indonesia pasti akan merasakan dampak tersebut. La Nina juga akan berdampak besar pada kota dan wilayah yang tidak memiliki sistem pengelolaan air yang baik.(Putri)