SriSundari – Biaya peralatan medis yang semakin tinggi di Indonesia, menjadi perbincangan DPR RI. Hal ini dikemukakan Sadarestuwati, Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI. Menurutnya, upaya meningkatkan kualitas peralatan medis tentu berdampak pada kenaikan harga dan biaya di rumah sakit. Hal ini mengingat adanya perbedaan harga peralatan medis antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura disebabkan oleh pajak yang tinggi di Indonesia.
“Jadi, peralatan yang harus di upgrade ini tentunya akan berkaitan dengan kenaikan dari harga, biaya di rumah sakit. Maka, disini pemerintah yang harus hadir. Tadi disampaikan oleh Bapak General Manager (GM) bahwasanya kenapa bisa harganya, biayanya tinggi. Karena, memang pajaknya yang sangat tinggi dibandingkan tadi. Kalau di Malaysia, harga satu unit peralatan katakanlah itu 250 juta, disini bisa 450 juta, bahkan lebih. Artinya apa, untuk menekan biaya ini tidak bisa. Disinilah pemerintah harus hadir,” ungkap Sadarestuwati usai mengikuti Kunjungan Kerja BURT DPR RI ke RS Columbia Asia Medan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Senin (11/03/2024).
Sadarestuwati juga menyoroti perlunya kebijakan pajak yang lebih tepat terutama untuk peralatan medis yang digunakan untuk melayani masyarakat. Untuk itu, Sadarestuwati pun menekankan bahwa pemerintah harus memastikan bahwa tidak hanya barang-barang mewah yang dikenakan tarif pajak tinggi, tetapi juga peralatan medis yang digunakan untuk kepentingan publik harus diberikan perlakuan pajak yang lebih ringan.
“Untuk memberikan, apa sebenarnya bukan subsidi, tetapi jangan hanya barang-barang mewah saja yang kemudian dikenakan tarif pajak tinggi, tetapi ini kalau barang mewah sangat wajar, tetapi ini untuk melayani masyarakat yang harus diturunkan pajaknya, sehingga masyarakat bisa menikmati, tidak perlu masyarakat disubsidi, dikasih uang subsidi untuk lebih murah bagi untuk kalangan menengah ke atas,” tambahnya.
Politisi Fraksi Partai PDI-Perjuangan juga menyoroti pentingnya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan tidak menimbulkan ketakutan pada pasien. Dirinya menegaskan bahwa rumah sakit seharusnya tidak mengambil keuntungan dari ketakutan pasien, melainkan memberikan pelayanan yang baik dan mengedepankan kepentingan masyarakat.
“Tetapi juga satu lagi, pelayanan harus bagus. Jangan dokter-dokter itu kemudian menakut-nakutin. Ini nanti umurnya tinggal sekian, ini nanti harus berobatnya begini. Jangan kemudian rumah sakit justru akan mengambil keuntungan, ketika ada ketakutan dari pasien,” ujarnya.
Kendati demikian, Legislator Dapil Jawa Timur VIII berharap agar dengan adanya kebijakan yang progresif dan kepedulian pemerintah, Indonesia dapat meraih kemajuan dalam sektor kesehatan yang sejajar dengan negara-negara lain di kawasan.
“Itu jangan sampai terjadi, dengan begitu saya yakin jaminan kesehatan di Indonesia akan bisa berjalan dengan baik. Kalau negara lain bisa membebaskan kesehatan, untuk Indonesia sendiri saya yakin pasti bisa kalau pemerintah niat dan mau untuk membuat kebijakan yang pro dengan rakyat,” pungkasnya.(NA)